Untuk saudaraku yang penuh harap...
Seiring dengan berjalannya waktu yang tidak terasa, ternyata membawa sebuah perasaan yang was-was pada sejumlah akhwat. Bagaimana tidak, umur mereka yang sudah hampir kepala tiga, tetapi belum ada juga jodoh yang menghampiri. Belum ada juga tanda-tanda calon penyempurna agama yang masih setengahnya. Tentu keadaan ini akan membuat hati semakin resah.
Disisi lain para ikhwan yang sudah mampu, tidak kunjung menyempurnakan separuh dien-nya. Banyak yang lebih suka dengan keadaannya yang masih single. Namun yang menjadi pertanyaan juga, jika ikhwan punya gaya seperti ini, bener ga sih mereka ikhwan?! Jika benar mereka ikhwan, dari jama’ah mana ikhwan-ikhwan seperti ini? Atau pembinaan dari jama’ahnya yang kurang? Sehingga mereka tidak faham akan hal ini…
Maka sedikit saya uraikan alasan yang sebenarnya dari tingkah mereka :
Pertama, mereka belum dewasa/matang dari cara berfikirnya. Apa ada ikhwan yang seperti ini? Ada banyak. Cara berfikir mereka yang seperti ini yang biasanya mendominasi. Mereka masih suka berfikir bebas, tidak terikat, tidak terbebani. Karena jika mereka punya istri, tidak akan bisa bebas seperti apa yang mereka fikirkan. Ini adalah salah satu bentuk belum matangnya cara berfikir para ikhwan. Dan ternyata ini adalah anggapan yang SALAH BESAR.
Justru pada saat anda sudah menikah, maka fikiran yang biasanya hanya fokus berfikir satu keluarga, disini anda akan berfikir dua keluarga. Dengan cara seperti ini, fikiran anda akan berkembang setelah punya pasangan hidup. Anda akan berfikir bagaimana cara membangun relasi dengan keluarga istri yang lebih baik, lebih luas, lebih erat dan berfikir masalah keluarga istri yang belum pernah kita temukan dalam keluarga kita. Yang biasanya hanya terikat berfikir pada keluarga anda, sekarang dengan bebasnya anda memikirkan keluarga orang lain. Bukankah ini lebih bebas berfikir?
Ternyata setelah anda menikah, anda akan merasakan kebebasan yang sangat luar biasa. Pada saat masih bujangan apalagi perantau, apakah anda tahu bagaimana keluarga anda memikirkan nasib anda? Tentu saja tidak. Tetapi jika anda tidak memberi kabar dalam waktu yang lama, perasaan khawatir mereka akan semakin besar. Khawatir tidak ada yang mengurus anda, tidak ada yang memperhatikan anda, dan lain sebagainya. Bukankah ini keadaan anda yang terikat, yang terbebani, tidak bebas dari keluarga anda yang jauh?
Namun apa yang terjadi jika anda sudah menikah? Perasaan keluarga anda yang mencemaskan mereka akan hilang Begitu juga sebaliknya perasaan anda pada keluarga yang biasanya membelenggu anda, sedikit demi sedikit akan menjadi ketenangan yang belum pernah anda rasakan. Mungkin inilah yang merupakan salah satu Rahmat pernikahan yang pernah di janjikan.
Kedua, lebih cenderung untuk melihat kecantikan wajah dan umur akhwat, daripada cantiknya hati dan akhlak. Dengan pemikiran yang seperti ini membuktikan bahwa aspek penyempurna agama dalam fikiran ikhwan belum matang. Ketundukan hati untuk menyempurnakan agama seharusnya menjadi persoalan pokok dalam diri ikhwan. Dan bukan memunculkan perosalan lain yang tidak menjadi tujuan utama. Hal inilah yang menyebabkan semakin banyak akhwat umur kepala tiga yang tidak kunjung menikah. Bahkan dengan pendapatan yang mencukupi terkadang ikhwan mengundurkan diri karena umur akhwat sudah berkepala tiga.
Perlu di ingat buat para ikhwan sekalian bahwa seorang manusia yang gagah perkasa, tampan dan cantik rupawan hanyalah berbahan dasar tanah liat yang merupakan bahan terendah dan kurang berharga. Jasad manusia yang diciptakan dari bahan dasar tanah, maka ia memiliki kecenderungan yang kuat pada tanah dan itulah yang saat ini tengah meracuni pemikiran kebanyakan ikhwan. Memang kondisi yang demikian adalah manusiawi, namun tidak seharusnya menjadi penghalang apalagi penentu dari keputusan takutnya menikah.
Ketiga, cenderung pada perempuan jalanan daripada akhwat yang terdidik dengan aurat yang terjaga. Apakah ada ikhwan yang seperti ini? Ya, memang ada. Biasanya yang seperti ini hanya ikut-ikutan saja dalam sebuah jama’ah. Atau memang ada niatan lain dalam tujuannya. Kalau memang niatnya untuk menyelamatkan perempuan jalanan itu, maka itu adalah suatu kesalahan besar. Karena banyak akhwat yang sudah baik dalam dien-nya justru tidak terselamatkan dengan ulah yang konyol itu. Dan itu biasanya akan menjadi beban pada saat sudah berkeluarga.
Biasanya ikhwan model begini, lemah dalam pemahamannya tentang masalah keluarga. Ditambah lagi istri yang kurang ilmu dalam din, sehingga sulit untuk dinasehati baik dalam masalah pribadi dalam rumah tangga atau akhlak dengan tetangganya. Bahkan jika kesalahan terletak pada masalah ini, maka akan menimbulkan akibat yang sangat berbahaya bagi ikhwan itu sendiri. Contoh, jika semangat ikhwan lemah dalam dakwahnya, istri tidak bisa memberi nasehat yang akan menyemangati kembali ghirahnya. Sehingga dalam waktu yang kelamaan mereka akan tenggelam dan hilang dari cita-cita sebuah jama’ah dalam lingkup rumah tangga.
BERSAMBUNG….
Kilasan Hati
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih atas komentar anda mudah-mudahan tidak bosan untuk berkunjung pada blog yang sederhana ini